Assalamualaikum wr. wb.
Jumat sore kemarin, saya berkesempatan untuk berbincang dengan Bapak ‘AhmadYani Hafid’ selaku Manager XXI area Timur terkait aksi boikot penayangan film Dilan 1991 beberapa waktu yang lalu di cafe lobby bioskop XXI Mall Panakkukang. Ditemani rekan saya yang bernama Kak Atim seorang jurnalis dari salah satu portal berita, kami berbincang bersama sembari menyeruput kopi yang disuguhkan Bapak manajer yang begitu ramah ini.
![]() |
Bersama Bapak Manager XXI di Makassar |
Sejak awal kedatangan kami Bapak ini terlihat sangat terbuka bagi siapa saja yang ingin berbincang bersama dengannya. Dengan beberapa staffnya beliau keluar dari ruangannya dan menyambut kami di meja cafe yang ada di lobby sembari menebar senyum dan berkenalan dengan kami.
“Apa tanggapan Bapak mengenai demo mahasiswa terhadap penayangan film Dilan di bioskop ini beberapa hari yang lalu Pak?” Salah satu pertanyaan dari kak Atim.
“Sebenarnya saya tidak memiliki wewenang ataupun kapasitas terhadap pelarangan sebuah film. Saya dan bioskop ini hanya berkapasitas sebagai penjual atau wadah yang menayangkan film” Jawab pak Ahmad, dengan menjelaskan bahwa semua film yang tayang sudah dinyatakan lulus sensor oleh Lembaga Sensor dan itu adalah hal yang seharusnya tidak dipermasalahkan.
Meski begitu, Pak Ahmad tidak melarang adanya aspirasi dari para Mahasiswa ataupun masyatakat lainnya.
“Jika ada yang ingin disuarakan, silahkan saja datang kesini ketemu langsung dengan saya. Tidak saya biarkan ada yang menghalangi, karena itu hak semua orang”. Ujar Pak Ahmad. Namun, pak Ahmad meminta tolong jangan melakukan vandalisme atau pengrusakan pada aksi yang dilakukan.
Pak Ahmad memang orang yang sangat terbuka, beliau bahkan sudah mempertemukan Lembaga Mahasiswa terkait dengan LSM, perwakilan pemilik film & lembaga sensor, serta perwakilan dari pihaknya, untuk dilakukan sosialisasi, dan itu dilaksanakan pada 26 Februari lalu, saat protes baru disuarakan di media sosial dan belum ada aksi yang turun pada saat itu.
Namun sayangnya sosialisasi itu sepertinya kurang diterima oleh beberapa kelompok Mahasiswa, yang akhirnya turun merealisasikan aksi boikot saat pemutaran perdana film Dilan berlangsung. Dan sangat disayangkan lagi oleh pak Ahmad karena aksi yang datang tersebut melakukan vandalisme berupa pengrusakan property milik Bioskop.
Property milik Bioskop adalah tanggung jawab pak Ahmad, sehingga tak ada cara lain selain melaporkan pengrusakan tersebut ke pihak yang berwajib.
“Sebenarnya hal seperti demo ini tidak mau saya perkarakan, tapi pengrusakan yang mereka lakukan terpaksa harus saya teruskan ke pihak yang berwajib, karena jangan sampai muncul aksi-aksi dengan anarkisme berikutnya yang menjadi kebiasaan.” Ujar Pak Ahmad dengan begitu menyayangkan kejadian tersebut.
Memang benar, demo dan menyampaikan aspirasi adalah hak semua orang, dan tidak ada larangan. Tetapi gunakanlah cara yang cerdas dan beretika agar aspirasi kita bisa didengarkan dengan baik dan tidak ada pihak yang dirugikan.
Pak Ahmad menjelaskan, protes yang dilakukan para Mahasiswa tersebut terkait dengan adegan kekerasan antara murid dan guru di film Dilan 1991. Namun nyatanya film tersebut belumlah rilis dan belum mereka tonton, sehingga protes yang dilontarkan terkesan tidak mendasar.
Namun ada beberapa Mahasiswa yang mengatakan bahwa adegan tersebut ada pada film Dilan 1990. Kalaupun begitu kenapa malah memboikot film Dilan 1991 yang sudah jelas film yang berbeda dengan Dilan 1990.
“Sebaiknya Tonton dulu baru berkomentar”. Bapak Ahmad bahkan memberikan kami kursi bioskop gratis untuk meninjau langsung film Dilan 1991, dan saya sendiri merasa tidak ada yang salah dari film tersebut, bahkan film Dilan 1990 juga mungkin tidak perlu begitu dipermasalahkan mengingat lebih banyak film yang jauh lebih keras dan kasar jika dibandingkan dengan Dilan 1990.
Setiap Film memiliki batasan umur, beserta sensor adegan yang ‘tidak layak’ dan itu semua sudah diatur oleh Lembaga Sensor Film Indonesia. Seharusnya, sebagai warga Indonesia, kita perlu mendukung karya perfilman Indonesia. Pengaruh Film yang kita tonton pada diri kita itu semua kembali pada cara kita menyikapi film yang kita tonton.
Selain itu, beraspirasilah ditempat yang tepat. Seharusnya protes film seperti itu di tujukan pada Lembaga terkait, sensor, ataupun pembuat film, bukan ke Bioskop yang sejatinya hanya sebagai wadah tempat menontonnya masyarakat.
Saya sendiri selaku seorang mahasiswa di kota Makassar juga sangat menyayangkan aksi yang berujung vandalisme tersebut dengan mengatasnamakan ‘Mahasiswa Makassar’ dan lebih kecewa lagi, ternyata sangat banyak dari pelaku aksi tersebut yang rupanya bukan Mahasiswa yang berdarah Makassar melainkan Mahasiswa pendatang dari luar daerah bahkan pulau.
“Yang melakukan aksi demo tersebut bukan berdasar dari seluruh mahasiswa Makassar. Saya tau mereka hanyalah segelintir mahasiswa di Makassar. Jauh lebih banyak mahasiswa Makassar yang tidak mendukung aksi mereka dan malah mendukung karya perfilman Indonesia”. Ujar Pak Ahmad menegaskan bahwa tidak semua Mahasiswa di Makassar mau melakukan aksi disertai vandalisme seperti itu.
Sikapi segala sesuatu dengan bijak. Jika ingin beraspirasi, sampaikan aspirasi dengan etika yang baik, jangan sampai karena satu kelompok berulah, nama masyarakat luas rusak citranya.
Salam
– Raya Putra-
Please follow and like us:
akhirnya ada yang berinisiatif menemui pihak XXI dan meminta tanggapannya. dari sini kita tahu persoalan sebenarnya. ternyata sudah pernah ada pertemuan sebelumnya antara perwakilan kelompok mahasiswa dan XXI.
Iya Oppa, Tapi sepertinya sosialisasinya kurang diterima mereka.
Senang, bisa temani Raya sekligus cari materi pembanding soal aksi penolakan film kemarin..Ngak nyangka yah , langsung disruh investigasi langsung ke Film bersangutan..spya Terbukti. akhirnya hasil investigasi saya bisa lebih jelass.
Hehe iya nggak nyangka, tapi pak Ahmad benar sih. "Biar Jelas" Hehe
Sebenarnya saya menunggu perspektif dari mahasiswa pendemo, apa yang mendorong mereka melakukan demo. Ulasan2 dan alasan2 yang kita baca dan dengar selalu dari media mainstream, nah, mungkin ada baiknya dek Raya menguliti atau mewawancarai dari sudut pandang paling personal si mahasiswa pendemo.
Saya kok nda yakin klo demo ini hanya soal "kekerasan" yg ditambpilkan di film. Mesti ada musabab lainnya yang kita belum tahu apa itu.
Nah, benar daeng saya juga penasaran sama sisi ini. Ingin mencari tahu, tapi untuk saat ini kondisi udah membaik, jadi mungkin tidak perlu dipermasalahkan lagi.
Begini ini seharusnya mahasiswa, datang dan mendengarkan, juga menyaksikan. Jika ada yang tidak sreg dari filnya bisa disampaikan dengan cara-cara yang elegan, jangan merusak.Tidak bisa dibenarkan tindakan merusak yang bukan milik seseorang hanya karena merasa berhak berpendapat. Jadi, mereka yang merusak itu sudah diproses oleh kepolisian?
Saat saya datang pihak bioskop sudah melaporkan pengrusakan itu. Tapi kelanjutan prosesnya belum saya tahu ibu.
sebenarnya saya juga agak underestimate dengan demo baru2 ini, salah satunya karena nama makassar jadi hitz jagad maya karena sebagian oknum yang tidak bertanggung jawab, hemm
Bener, hitz yang tidak menarik😥😢
Support Terus buat Website ini^_^
Terimakasih Yah🙏
Inisiatifnya untuk bertemu dengan pihak bioskop sangat bagus, apalagi ternyata respon dari pihak bioskop juga sangat terbuka. Sisa dilengkapi dengan perspektif dari pihak pendemo saja supaya cover both side.
Saya sebenarnya punya masukan terkait tulisan ini. Kapan-kapan saya tulis di grup ya.
Sukses terus Raya!
Siap Daeng😊🙏 Ditunggu Ilmunya.. Terimakasih
Itulah, harusnya para Mahasiswa itu mengkritik hal2 yang relevan dengan kritikannya. Misalnya dia mengkeitik degradasi moralitas dikalangan pelajar disekolah, yah objek yang di tolak harusnya lebih relevan lagi. Apa iyya dengan menonton film Dilan, anak2 jadi auto-nakal?
Aneh2 juga sih para pendemo itu, palagi sampai merusak properri. Benar2 mahasiswa tidak berkelas, tidak menunjukkan sikap intelektualitas. Gak enak aja sih kalo dibilang sampah.
Duhh, bener banget kak. Saya juga kecewa sih, apalagi nama yang dibawa bawa mahasiswa sekota.
Saya belum nonton plis jangan spoiler ��
Baiknya tauwah itu manajer, demo memang penyampaian aspirasi gak beda juga dengan menulis blog atau opini yang diterbitkan di surat kabar, hak para pendemo menyampaikan aspirasi tapi kalau sudah ada kerusakan property kasian tauwah menejernya kakak. ��
Rugi kodong😢
Menyampaikan kritik dan aspirasi boleh-boleh saja. Tapi ya harus dengan cara yang baik. Karena sebaik apapun tujuannya kalau caranya salah ya jatuhnya tetap salah.
Benar, tidak ada yang bisa dibenarkan lagi kalau sudah begitu.
Saya juga sependapat dengan Pak Ahmad "nonton dulu baru berkomentar" atau istilah kerennya dont judge a book by its cover. Dan juga terbukti gak ada yang perlu dikhawatirkan di dalam filmnya.
Mahasiwa milenial, demo aja pilih tempat yg ada ACnya, kalo laper mampir ke foodcourt
Ahsiyap😆 ada ada aja memang.
Sebenarnya sangat disayangkan mahasiswa yang seharusnya tidak bertindak gegabah malah terlihat tidak berpendidikan seperti itu. Dengan dalih dan alasan yg tidak masuk akal, karena masih banyak aksi2 yg lebih vulgar dan frontal yg perlu kita waspadai.. apapun niatnya tetap tindakannya tidak patut dicontoh…
Bener banget kak, tidak mencerminkan diri mahasiswa yang intelektual. Sangat disayangkan.
Saya belum nonton filmnya, jadi gak bisa komentar deh.
Sayang disayangkan sekelas mahasiswa melakukan demo yang ujungnya melakukan vandalisme. Seperti tidak ada cara lain untuk mengkritik sebuah film. Btw saya belum nonton 😂
Mangga kak, ditonton dulu..😁 saya yakin nggak bakal ikut protes kok😅. Malah FlashBack *eh😅
Kaget juga baca berita ini, enggak tau pikiran mereka yang memilih demo di bioskop
Saya juga gak mengerti😖. Gak nyambung sasaran demonya
Tuh kan… yang demo suka asal deh.. demo film kok malah suruh bioskop tutup, pake acara merusak properti lagi. Kesel akutuh -_-
Banget kak..gak nyambung☹
Setuj dengan pendapat ini "demo dan menyampaikan aspirasi adalah hak semua orang, dan tidak ada larangan. Tetapi gunakanlah cara yang cerdas dan beretika agar aspirasi kita bisa didengarkan dengan baik dan tidak ada pihak yang dirugikan" btw asyik jugaa yak jadi jurnalis bisa dapat tiket nonton film gratis, hehe
Raya keren deh! Mahasiswa cerdas, kepala harus dingin. Yang sebelahnya Raya juga keren. Hehehe..
Kenapa yang di demo bioskopnya ya? hehe. Untung aja ya demonya enggak anarkis, harusnya emang begini sih demo dengan cara yang bijak 🙂
Serunya tawwa, sudah dapat tiket nonton gratis eh berkesempatan pula berdiskusi dengan pihak terkait.
Baca ini bikin saya jadi penasaran mau nonton Dilan 1991 juga…
emang sebenernya demo tuh ga masalah dan ga dilarang apalagi kalo sebelumnya sudah mengurus ijin dulu, cuma ya kadang2 pada lagi demo itu jadi tiba tiba ngerusak barang barang yg ada ,, yg tentu aja biasanya dimulai oleh oknunm oknum tertentu
Kenapa masyarakat sekarang tuh ya gampang banget terhasut dan melalukan tindakan anarkis.
Belum Nonton tapi sudah mendemo… wow banget dech, apakah cara berpikir Mahasiswa sekarang begini? jangan-jangan hanya karena "Katanya kok"
Sisi positif nya pihak management mau menerima masukan dan mahasiswa berani menyampaikan masalah. Tetapi yg sangat disayangkan aksi vandalisme nya
Iya nonton dulu baru komentar, Tapi ga tau aku lebih suka no sensor daripada sensor-sensoran soal acara di TV ya, Soalnya lekukan badan yang disensor itu membuat kita berpikir padahal mungkin sebagian orang merasa itu hal yang biasa, Dan malahan membuat kita penonton berimajinasi dan itu merusak menurutku. Soalnya Siarannya bersifat UMUM. Kalo soal dibioskop sih itu kembali lagi kekita soalnya ada persetujuan dari diri kita buat nonton dengan membeli tiketnya. Lagian ada Trailer. Dilan aku masih maju mundur nontonnya kemaren udah siap berangkat aku batalin karena aku ngerasa ngak rela dan takut kecewa serta takut baper. hahahahah
HAhaha monmaap tapi ngakak di bagian itu ada di film Dilan 1990. Kan yang ditayangin Dilan 1991. Bhaique.
Setuju bgt. Boleh lah sampaikan aspirasi tp janganlah sampe merusak2 gt .Malah tindakannya sendiri itu ga patut dicontoh
Aku belom nonton filmnya tapi sungguh disayangkan sekali aksi mahasiswa yg bikin pengrusakan. mau demo yah ke lembaga sensor lah. jiwa muda boleh aja berapi api tapi harus pinter dong jgn anarkis. sebagai makemak gemes aku tuh jadinya 😀
Sepertinya aku aja nih yang belum nonton Dilan, sampai heboh gini film nya, maklum punya 3 anak2 kecil2, belum saatnya di ajak nonton film ini
kalo aku sendiri dari film ini pertama muncul, aku ga tertarik malah. tapi preferensi org beda beda, semoga bisa saling menghargai hehe
Kayaknya agak kurang bijak sih ya kalau yang di demo malah bioskopnya. Apalagi film ini merupakan karya anak bangsa yang seharusnya diapresiasi. Kalaupun ingin protes, rasanya ada cara lain yang bijaksana yaa..
tapi memang sebaiknya pihak bioskop juga tidak pilih-pilih, banyak juga film bagus tapi tak mau ditayangkan di bioskop dengan alasan tertentu.
Tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya sih. Lagiankan setiap film ada batasan" usianya.
bener banget, sebisa mungkin jangan sampai merusak fasilitas. Sampaikan aspirasi dengan cara yang baik. Mau demo ya boleh asal sudah ijin polisi dan ga merusak
Sangat disayangkan ya demo yg serba merusak dilakukan oleh seorang mahasiswa yg kita tau mereka itu pola pikir nya harus nya sdh dewasa dan bisa memilah2 sebuah infomasi yg benar dengan dasar yg benar pula. Bahkan harus secara ilmiah memakai bukti. Bener kata pak Ahmad nonton aja blm yudh berkoar2 yaa.. Semogasegera selesai ya permasalahan di makasar
Semoga ke depannya bisa lebih baik lagi ya untuk mahasiswa disana dalam menyampaikan aspirasi mereka nantinya 🙂
Sebenarnya q agak gimana gitu sama aksi demo apalagi klo sampai merusak.. okelah boleh protes tapi sebisa mungkin dipikirkan dulu jangan asal langsung merusak begitu.. dilihatnya juga kurang nyaman.. tapi syukurlah kalau kedua belah pihak sudah melakukan pertemuan
Yang demo itu lagi merasakan juga jadi Dilan kayaknya jadi demo dan merusak haha, padahal Dilan 1991 ini lebih kalem gak ada berantem2nya acaaan
Jangan sampelah demo itu merusak. Boleh saja protes asalkan dengan hati nurani yg dingin tanpa emosi